Senin, 31 Oktober 2011

Konfigurasi CodeIgniter: Alamat URL dan Routing

Alamat URL dalam CodeIgniter
CodeIgniter menghasilkan clean URL yang mudah dikenali oleh search engine dan manusia. Sebagai contoh :
www.nama-website.com/index.php/blog/post/
Dengan blog sebagai nama controller dan post adalah nama fungsi didalam controller blog. URL dalam CodeIgniter dibagi-bagi kedalam segment-segment dengan tanda slash (/) sebagai tandanya. Dalam contoh diatas blog adalah segment pertama dan post adalah segment kedua dan seterusnya.

Konfigurasi Routing
Konfigurasi routing digunakan untuk memetakan permintaan atau request kedalam class controller didalam website yang kita buat. Misalnya saja jika kita membuka alamat http://www.nama-website.com, permintaan tersebut tidak menyertakan nama controller apa yang ingin dibuka tetapi kita bisa secara default mengarahkannya agar secara otomatis akan membuka controller sesuai yang kita definisikan.
Untuk melakukan konfigurasi routing buka file konfigurasinya di direktori system/application/config dengan nama file adalah routes.php. Settingan utama yang ada adalah sebagai berikut :

$route['default_controller'] = "welcome";
$route['scaffolding_trigger'] = "";
Artinya secara default semua permintaan yang tidak menyertakan nama controllernya akan diarahkan untuk membuka controller “welcome”. Sehingga saat alamat http://www.nama-website.com dibuka secara otomatis akan membuka http://www.nama-website.com/index.php/welcome.
$route['scaffolding_trigger'] = "", digunakan jika ingin menggunakan fitur scaffolding. Kita diijinkan untuk membuat sebuah kata rahasia untuk keperluan mengakses basis data. Fitur ini nanti akan dibahas tersendiri pada bab selanjutnya.
Beberapa contoh konfigurasi routing :
$route['default_controller'] = "blog";
Secara default semua permintaan tanpa menyertakan alamat controller akan diarahkan untuk membuka controller “blog”.
$route['blog'] = "blog/hasil";
Jika membuka controller blog maka akan secara default mengarah ke fungsi “hasil”.
Kita juga bisa memanfaatkan regular expression dalam melakukan konfigurasi routing ini.

$route['blog/:any'] = "blog/hasil";
Kata apapun yang diletakan setelah blog/ baik nama fungsinya ada atau tidak maka akan diarahkan untuk membuka fungsi “hasil”.
$route['blog/([a-z]+)/(\d+)'] = "$1/id_$2";
Misalnya kita membuka alamat http://www.nama-website/blog/post/2 maka akan menghasilkan http://www.nama-website/blog/post/id_2.

Anda dapat mempelajari beberapa artikel kami tentang CodeIgniter di sini.

Submit Website to Search Engines - Add URL

Instalasi CodeIgniter: Konfigurasi Database

File konfigurasi untuk basis data terdapat didalam direktori system/application/config dengan nama file database.php. Disinilah kita dapat memasukan konfigurasi basis data sesuai dengan aplikasi basis data yang kita miliki, misalnya saja hostname temapt server basis data berada, nama basis data yang akan digunakan, nama user yang digunakan untuk mengakses basis data beserta passwordnya.

$active_group = "default";
$active_record = TRUE;
$db['default']['hostname'] = "localhost";
$db['default']['username'] =”[“nama_user]”;
$db['default']['password'] = "[password]";
$db['default']['database'] = "[nama_database]";
$db['default']['dbdriver'] = "[nama_basisdata]";
$db['default']['dbprefix'] = "";
$db['default']['pconnect'] = TRUE;
$db['default']['db_debug'] = TRUE;
$db['default']['cache_on'] = FALSE;
$db['default']['cachedir'] = "";
$db['default']['char_set'] = "utf8";
$db['default']['dbcollat'] = "utf8_general_ci";
Keterangan:
$active_group=”default” , digunakan untuk memilih group koneksi ke basis data yang mana yang akan digunakan.
$active_record = TRUE, apakah akan me load active record class atau tidak.
$db['default']['hostname'] = "localhost", adalah nama host server basis data.
$db['default']['username'] = "[nama_user]", adalah nama user yang digunakan untuk mengakses basis data.
$db['default']['password'] = "[password]", adalah password user yang digunakan untuk mengakses basis data.
$db['default']['database'] = "[nama_basisdata]", adalah nama basis data yang digunakan untuk menyimpan data.
$db['default']['dbdriver'] = "[driver_basisdata]", adalah nama server basisdata yang digunakan, contoh diatas adalah mysql.
$db['default']['dbprefix'] = "", nama prefix tabel, misalnya saja jika semua tabel berawalan "ci_" maka masukan value "ci_".
$db['default']['pconnect'] = TRUE , apakah akan menggunakan koneksi persistent ataukah tidak.
$db['default']['db_debug'] = TRUE, apakah akan menampilkan error ataukah tidak.
$db['default']['cache_on'] = FALSE, apakah akan menggunakan caching atau tidak.
$db['default']['cachedir'] = "", jika menggunakan caching maka tentukan direktori caching yang akan digunakan.
$db['default']['char_set'] = "utf8", character set yang akan digunakan untuk berkomunikasi dengan basis data.
$db['default']['dbcollat'] = "utf8_general_ci", character collation yang akan digunakan untuk berkomunikasi dengan basis data.

Jika misalnya ingin membuat group lain maka tinggal ganti default pada array dengan nama group baru tersebut, kemudian rubah nilai variabel $active_group, misalnya saja kita membuat group baru dengan nama blog maka konfigurasinya akan menjadi :
$db['blog']['hostname'] = "localhost";
$db['blog']['username'] =”[“nama_user]”;
$db['blog']['password'] = "[password]";
$db['blog']['database'] = "[nama_database]";
$db['blog']['dbdriver'] = "[nama_basisdata]";
$db['blog']['dbprefix'] = "";
$db['blog']['pconnect'] = TRUE;
$db['blog']['db_debug'] = TRUE;
$db['blog']['cache_on'] = FALSE;
$db['blog']['cachedir'] = "";
$db['blog']['char_set'] = "utf8";
$db['blog']['dbcollat'] = "utf8_general_ci";
Anda dapat mempelajari beberapa artikel kami tentang CodeIgniter di sini.

Submit Website to Search Engines - Add URL

Instalasi Codeigniter di Windows

Jika Anda belum memiliki paket aplikasi framework CodeIgniter, silahkan download paket Codeigniter yang terbaru di sini.
Bagi pembaca yang belum mengenal Framework Codeigniter silahkan baca penjelasannya di sini.
Kebutuhan server untuk penggunaan Codeigniter ialah:
a)  PHP Engine atau yang lebih baru (yang terbaru umumnya PHP versi 5)
b)  Database server
Codeigniter mendukung beberapa database seperti MySQL, MySQLi, MS SQL, PostgreSQL, Oracle, SQLite dan ODBC.

Pada kali ini kita menggunakan paket aplikasi XAMPP yang di dalamnya sudah terdapat aplikasi Web Server Apache, Database Server MySQL dan PHPMyAdmin. Sehingga akan lebih memudahkan Anda dalam menginstal kebutuhan server tersebut.Jika telah terinstall Web Server Apache dan Database Server MySQL, serta Codeigniter versi 1.6.1 telah Anda download, maka lakukan langkah-langkah berikut.

Instalasi CodeIgniter
Meskipun namanya instalasi tetapi karena CodeIgniter adalah aplikasi berbasis website maka yang sebenarnya kita lakukan adalah meng-copy folder aplikasi CodeIgniter kedalam DocumentRoot dari web server yang sudah kita install sebelumnya. Bukan melakukan instalasi seperti pada aplikasi sistem.
Sebelum melakukan instalasi yang perlu dilakukan pertama kali adalah mendapatkan kode sumber dari CodeIgniter itu sendiri, jika tidak punya maka bagaimana mungkin bisa melakukan instalasi. CodeIgniter bisa di download http://www.codeigniter.com/download.php, versi terbaru sampai artikel ini ditulis adalah versi 1.6.1. Untuk melakukan instalasi cukup ektraks file hasil download, yaitu file CodeIgniter_1.6.1.zip, kemudian letakan folder hasil ekstrak tadi di DocumentRoot web server, yaitu folder htdocs didalam direktori C:\\apachefriends\xampp bagi yang menggunakan XAMPP di Windows. Folder hasil ekstraks tersebut bisa dirubah namanya agar memudahkan kita, misal di-rename menjadi "ci" (default hasil ekstrak adalah CodeIgniter_1.6.1). Didalam folder tersebut ada 2 folder lagi yaitu system dan user_guide, silahkan saja untuk memindahkan folder user_guide ke tempat lain karena inti aplikasi ada di folder system dan folder user_guide berisi dokumentasi dari CodeIgniter.


Didalam folder system masih terdapat beberapa folder lain, yang akan sering kita akses adalah folder application karena di folder inilah script-script kita akan disimpan. Beberapa folder yang ada di dalam direktori system adalah :
1.  application, di folder inilah kode-kode yang kita buat nantinya akan disimpan didalam folder yang sesuai. Model disimpan di folder models, Controller di folder controller dan View di folder views. Folder-folder yang terdapat di dalam direktori application adalah :
   a.  models untuk menyimpan model yang kita buat.
   b.  controller untuk menyimpan controller.
   c.  views untuk menyimpan view tampilan website.
   d.  config untuk menyimpan konfigurasi website yang akan kita buat. Mulai dari konfigurasi dasar, basis data, routing dan lain-lain.
   e.  error berisi file-file yang akan ditampilkan jika ada error pada script yang kita buat.
   f.  libraries untuk menyimpan pustaka yang kita tambahkan atau pustaka buatan kita sendiri.
   g.  hooks untuk meyimpan hook yang kita buat.
2.  cache, untuk meyimpan caching dari website.
3.  codeigniter, berisi file-file yang akan me-load inti dari framework.
4.  database, berisi class-class yang akan digunakan untuk bekerja dengan basis data, termasuk didalamnya driver-driver untuk beberapa server basis data yang didukung oleh CodeIgniter.
5.  fonts, digunakan untuk menyimpan font yang nanti akan kita gunakan di dalam website.
6.  helpers, berisi helper.
7.  language, digunakan untuk menyimpan file-file dukungan bahasa.
8.  libraries, berisi pustaka-pustaka yang disediakan untuk digunakan untuk pembuatan website.
9.  logs, berisi file-file catatan yang mencatat log dari website kita.
10.  plugins, untuk menyimpan plugin.
11.  scafollding, berisi file-file untuk keperluan scafollding.

Setelah itu, misal foldernya bernama "ci" maka website bisa diakses lewat http://localhost/ci, tapi sebelum itu jangan lupa untuk melakukan sedikit modifikasi pada bagian konfigurasi CodeIgniter. Buka file system/application/config/config.php. Di file inilah konfigurasi dasar CodeIgniter disimpan. Yang perlu dirubah untuk instalasi awal ini adalah pada bagian base URL Setelah nanti kita siap membuat sebuah website yang sebenarnya maka akan banyak pengaturan yang harus dilakukan.
$config['base_url'] = "www.your-site.com";
Pada bagian www.your-site.com ganti dengan url anda. Karena saya hanya mencoba di localhost dengan nama folder ci, maka base URL nya saya ganti menjadi :
$config['base_url'] = "http://localhost/ci/";
Base URL adalah URL default dari website yang kita buat, secara default URL tersebut akan selalu digunakan untuk pembuatan link di halaman website, tentu saja untuk link-link internal bukan link eksternal ke website lain. Setelah itu silahkan dibuka alamat http://localhost/ci.
Tampilan awal setelah CodeIgniter berhasil di install.

Instalasi sudah selesai dan sekarang kita siap membuat website menggunakan framework CodeIgniter.
Selanjutnya Anda perlu melakukan setting untuk Konfigurasi Database serta Kofigurasi Alamat URL dan Routing di CodeIgniter.

Selamat Belajar semoga bermanfaat...!!!

Submit Website to Search Engines - Add URL

Kamis, 27 Oktober 2011

Paradigma Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Memahami Paradigma Konstruktivisme
Pergeseran paradigma pembelajaran yang sebelumnya lebih menitik beratkan pada peran guru, fasilitator, instruktur yang demikian besar, dalam perjalanannya semakin bergeser pada pemberdayaan peserta didik atau siswa dalam mengambil inisiatif dan partisipasi di dalam kegiatan belajar.
Dalam kajian filsafat, berkembangnya konstruktivisme tidak terlepas dan perubahan pandangan yang menempatkan pengetahuan sebagai representasi (gambaran atau ungkapan) kenyataan dunia yang terlepas dari pengamat (objektivisme). Pandangan yang menganggap bahwa pengetahuan merupakan kumpulan fakta. Namun akhir-akhir ini perkembangan pesat pemikiran, terlebih dalam bidang sains yang menempatkan bahwa pengetahuan tidak terlepas dari subjek yang sedang belajar mengerti (Supamo, 1997:18).

Dalam proses perkembangannya pemikiran-pemikiran baru semakin mendapat tempat yang luas, bahwa pengetahuan lebih dianggap sebagai suatu proses pembentukan (konstruksi) yang terus menerus berkembang dan berubah.

Konstruktivisme merupakan respons terhadap berkembangnya harapan-harapan baru berkaitan dengan proses pembelajaran yang menginginkan peran aktif siswa dalam merekayasa dan memprakarsai kegiatan belajarnya sendiri. Konsruktivisme merupakan suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Von Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989 dan Matthews, 1994). Von Glasefeld mengemukakan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Melalui proses belajar yang dilakukan, seseorang membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk suatu pengetahuan tertentu. Oleh karena itu, pengetahuan bukanlah tentang dunia yang lepas dari pengamat, akan tetapi merupakan hasil konstruksi pengalaman manusia sejauh yang dialaminya. Menurut Piaget (1971), pembentukan ini tidak pernah mencapai titik akhir, akan tetapi terus menerus berkembang setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru.

Dalam mencermati realitas kehidupan sehari-hari, para konstruktivis mempercayai bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang berusaha mengetahui. Siswa sendirilah yang mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman mereka (Lorsbach & Tobin, 1992).

Karena kegiatan pembelajaran menekankan kemampuan siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, maka setiap siswa harus memiliki kemampuan untuk memperdayakan fungsi-fungsi psikis dan mental yang dimilikinya. Hal ini terkait dengan proses konstruksi yang menuntut beberapa kemampuan dasar, yaitu;

1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman,
2) kemampuan membandingkan, mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan dan perbedaan, serta
3) kemampuan lebih menyukai pengalaman yang satu dari pada pengalaman yang lain.

Dalam sebuah kesimpulannya Glasersfeld dan Kitchener(1987) memberikan penekanan tentang 3 hal mendasar berkaitan dengan pemahaman terhadap gagasan konstruktivisme, yaitu;
a. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
b. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan, dan konsepsi itu berlaku bila berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Belajar merupakan suatu proses mengkonstruksi pengetahuan melalui keterlibatan fisik dan mental siswa secara aktif. Belajar juga merupakan suatu proses mengasimilasikan dan menghubungkan bahan yang dipelajari dengan pengalaman-pengalaman yang dimiliki seseorang sehingga pengetahuannya tentang obyek tertentu menjadi lebih kokoh. Oleh karena itu, terdapat beberapa hal prinsip yang berkaitan dengan pemahaman tentang belajar;
a. Belajar berarti membentuk makna. Makna dalam hal ini merupakan hasil bentukan siswa sendiri yang bersumber dari apa yang mereka lihat, rasakan, dan alami. Konstruksi dalam artian initerkait dengan pengertian yang telah ia miliki.
b. Konstruksi berarti merupakan suatu proses yang berlangsung secara dinamis. Setiap kali seseorang berhadapan dengan fenomena atau pengalaman-pengalaman baru, siswa melakukan rekostruksi.
c. Secara substansial, belajar bukanlah aktivitas menghimpun fakta atau informasi, akan tetapi lebih kepada upaya pengembangan pemikiran-pemikiran baru. Belajar bukan merupakan hasil perkembangan akan tetapi merupakan perkembangan itu sendiri (Fosnot, 1996), suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran-pemikiran seseorang.
d. Proses belajar yang sebenamya terjadi ketika skema pemikiran seseorang dalam keraguan yang menstimulir pemikiran-pemikiran lebih lanjut. Dalam waktu-waktu tertentu situasi mengandung keragu-raguan memiliki unsur positif untuk mendorong siswa belajar.
e. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa tentang lingkungannya.
f. Hasil belajar siswa tergantung dari apa yang telah ia ketahui, baik berkenaan dengan pengertian, konsep, formula dan sebagainya.

Konstruktivisme memandang kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam upaya menemukan pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan merupakan kegiatan mekanistik untuk mengumpulkan informasi atau fakta. Dalam proses pembelajaran siswa bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya sendiri.
Foucoult dalam The Arceology, menyatakan pendidikan yang membelenggu merupakan transfer pengetahuan, sedang yang membebaskan merupakan upaya untuk memperoleh pengetahuan dan menjadi proses transformasi yang diuji dalam kehidupan nyata (Maksum & Ruhendi,2004 : 178).
Belajar dalam hal ini lebih dititik beratkan pada pengembangan pemikiran yang memungkinkan siswa mampu memberdayakan fungsi-fungsi fisik dan psikologis dirinya secara menyeluruh. Itulah sebabnya maka konstruktivisme menjadi landasan bagi beberapa teori belajar, misalnya teori perubahan konsep, teori belajar bermakna dan teori skema (Pannen, Mustafa dan Sekarwinahyu, 2005: 16).
Ketika siswa aktif membangun pengetahuan mereka sendiri, maka guru membantu berperan sebagai mediator untuk membangun pengetahuan mereka tersebut. Jelasnya belajar yang berarti terjadi melalui refleksi pemecahan masalah, pengertian-pengertian, dan dalam proses tersebut selalu ada aktivitas untuk memperbaharui tingkat pemikiran yang sebelumnya tidak lengkap. Hal inilah yang mengharuskan siswa untuk selalu berperan aktif, karena keberhasilan pembentukan pengetahuan-pengetahuan, pemikiran-pemikiran baru, baik melalui proses akomodasi maupun melalui asimilasi.
Mencermati peran keaktifan siswa yang sangat penting di dalam konstruktivisme, ada baiknya kita membandingkan dengan pandangan behaviorisme. Dalam pandangan behaviorisme belajar lebih merupakan aktivitas pengumpulan informasi yang diperkuat oleh lingkungannya, sedangkan konstruktivis, pengetahuan itu adalah kegiatan aktif siswa meneliti lingkungannya (Bettencourt, 1989).
Meskipun menurut pandangan konstruktivis upaya membangun pengetahuan dilakukan oleh siswa melalui kegiatan belajar yang ia lakukan, namun peran guru tetap menempati arti penting dalam proses pembelajaran. Dalam pandangan ini, mengajar memang tidak hanya diartikan menyampaikan informasi, akan tetapi lebih menitik beratkan perannya sebagai mediator dan fasilitator (Suparno, 1997: 66). Dalam kegiatan pembelajaran fungsi guru sebagai mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa wujud tugas sebagai berikut;
1. Mernyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian.
Kegiatan pembelajaran hendaknya dapat memberikan kesempatan secara luas kepada siswa agar mereka dapat mengembangkan kemampuan berpikir, memberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembangnya inisiatif dan kreativitas sesuai dengan modalitas belajamya masing-masing. Pemberian kesempatan kepada para siswa untuk mampu merancang berbagai bentuk kegiatan, merencanakan proses kegiatan dan merancang serta melaksanakan.

2. Memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya serta ide-ide ilmiahnya.
Dalam pandangan konstruktivisme, ukuran keberhasilan belajar utamanya bukan pada banyak informasi atau pengetahuan yang didapatkan, karena bilamana indikator tersebut yang dijadikan patokan, maka pembelajaran menjadi kegiatan yang statik dan kurang bermakna. Penempatan siswa sebagai subyek aktif mengharuskan mereka untuk terus menerus mengembangkan potensi dan kemampuannya dengan melakukan aktivitas-aktivitas untuk menemukan sesuatu, membangun sendiri pengetahuannya, ekspresi dan gagasan-gagasannya dalam setiap sesi kegiatan pembelajaran.
Guru juga dituntut untuk member kesempatan yang luas kepada siswa agar mereka memiliki waktu yang cukup, rasa percaya diri yang tinggi untuk mengekspresikan gagasan-gagasan dan ide-ide mereka terkait dengan bahan atau materi pembelajaran.

3. Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran-pemikiran siswa dapat didorong secara aktif.
Kegiatan pembelajaran tidak hanya mengukur ketercapaian materi pembelajaran, akan tetapi juga harus memperhatikan perubahan-perubahan cara berpikir siswa. Apakah melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dilalui, menjadikan siswa semakin mampu dan terampil memecahkan masalah, mengatasi kesulitan yang dihadapi. Apakah kemampuan siswa mengkomunikasikan persoalan-persoalan yang dihadapinya semakin baik, sehingga kemampuan dan keterampilan berpikirnya semakin meningkat.

Sejalan dengan hal ini ada beberapa tindakan spesifik yang perlu dilakukan guru untuk mengoptimalisasi perannya dalam proses pembelajaran;
a. Untuk meningkatkan kecermatan guru dalam mengerti apa yang sudah siswa ketahui, maka diperlukan peningkatan intensitas interaksi antara guru dan siswa.
b. Tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas di kelas sebaiknya dibicarakan bersama dengan siswa agar mereka dapat berperan aktif dan mendapat pengalaman belajar melalui keterlibatan langsung di kelas.
c. Guru perlu berupaya secara intensif untuk mengetahui pengalaman-pengalaman belajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Untuk itu maka pembinaan komunikasi dialogis antara guru dan siswa harus terus dikembangkan.
d. Guru perlu berupaya mendorong tumbuhnya rasa percaya diri siswa, bahwa mereka memiliki kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
e. Guru perlu bersikap fleksibel, membina keakraban dengan siswa sehingga semakin dapat memahami pemikiran-pemikiran siswa serta kebutuhan-kebutuhan mereka.

Dari uraian-uraian dan contoh yang telah dipaparkan di atas terdapat beberapa prinsip dasar pembelajaran konstruktivisme, yaitu;
1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif;
2) tekanan proses belajar terletak pada siswa;
3) mengajar adalah membantu siswa belajar;
4) penekanan dalam proses belajar lebih kepada proses bukanhasil akhir;
5) kurikulum menekankan partisipasi siswa;
6) guru adalah fasilitator.

Atas dasar prinsip tersebut, Brooks and Brooks (1993) mengatakan perbedaan situasi pembelajaran tradisional dengan pembelajaran konstruktivisme dapat dijabarkan seperti pada table berikut;

Perbedaan Situasi Pembelajaran Berdasarkan Pandangan Tradisional dan Konstruktivisme
 Diadaptasi dari Brooks & (1993) Pannen (2005).


Submit Website to Search Engines - Add URL

Pembelajaran sebagai Proses Pemberdayaan Diri

Pandangan yang sudah berlangsung lama yang menempatkan pembelajaran sebagai proses transfer informasi atau transfer of knowledge dan guru kepada siswa semakin banyak mendapat kritikan. Penempatan guru sebagai satu-satunya sumber informasi menempatkan siswa atau peserta didik tidak sebagai individu yang dinamis, akan tetapi lebih sebagai obyek yang pasif sehingga potensi¬-potensi keindividualannya tidak dapat berkembang secara optimal. Ketidaktepatan pandangaan ini juga semakin terasa jika dikaji dan pesatnya perkembangan arus informasi dan media komunikasi yang sangat memungkinkan siswa secara aktif mengakses berbagai informasi yang mereka butuhkan. Dalam keadaan ini guru hendaknya dapat memberikan dorongan dan arahan kepada siswa utuk mencari berbagai sumber yang dapat membantu peningkatan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang aspek-aspek yang dipelajari. Karena sesuai dengan UUD 1945, pendidikan seharusnya mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini berarti pendidikan adalah usaha untuk memberdayakan manusia. Manusia yang berdaya adalah manusia yang dapat berpikir kreatif, yang mandiri, dan yang dapat membangun dirinya dan masyarakatnya (Tilaar, 2000: 21).

Di samping persoalan-persoalan khusus pembelajaran di kelas, dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, setiap individu selalu dihadapkan pada berbagai persoalan. Seorang siswa atau mahasiswa menghadapi masalah kehidupan berkaitan dengan aktivitas atau tugas-tugas belajarnya. Kelak, bilamana dia telah menjadi pekerja (karyawan), ia juga akan berhadapan dengan berbagai masalah berkaitan dengan pekerjaannya. Tidak hanya itu saja, bahkan hampir setiap orang seringkali memiliki masalah dengan kepribadiannya sendiri. Sebut saja contoh yang sering kita dengar atau bahkan pernah kita ucapkan, misalnya seseorang yang mengatakan; saya tidak memiliki semangat, saya seringkali merasa malas, saya merasa kurang percaya diri, saya merasa sulit untuk menyesuaikan diri, saya yakin saya tidak mampu dan tidak kuat melakukannya, saya tidak yakin saya akan sukses, dan sebagainya.

Timbangan suatu masalah, seringkali tidak terletak pada eksistensi masalah yang dihadapi, akan tetapi lebih banyak terletak pada persepsi seseorang tentang masalah tersebut. Sebagai contoh, ada seorang karyawan (berinisial A) yang bekerja pada salah satu perusahaan. Dalam waktu yang sudah cukup lama dia merasakan beban yang berat berkenaan dengan tugasnya, lantaran pimpinannya kurang ramah sehingga ia merasa suasana kerja sangat tidak enak. Hal tersebut membuat dirinya merasa tidak betah lagi dan merasakan beban psikologis yang semakin berat. Karyawan lain (berinisial B) yang kebetulan sama dengannya juga berada di bawah seorang pimpinan yang sama, dan diperlakukan sama dengan dirinya. Akan tetapi karyawan ini tidak melihat masalah tersebut sebagai masalah besar, apalagi sebagai beban. Bagi dirinya yang terpenting bekerja dengan baik, dan berusaha mencapai hasil terbaik sesuai kemampuannya. Ilustrasi lain, misalnya terjadi pada dua orang guru yang sama-sama mengajar di sekolah dasar. Seorang guru bernama X merasa sangat berat bebannya menghadapi keragaman prilaku anak-anak sehari-hari. Dia bahkan seringkali tidak bisa tidur nyenyak karena beban yang dia alami telah merubah keceriaan dirinya menjadi pemurung dan bahkan stres. Guru yang lain bernama Y, juga mengajar di sekolah dasar, dan pada prinsipnya menghadapi masalah yang relatif sama dengan guru X. Namun dia menganggap hal-hal seperti itu sebagai sesuatu yang lumrah, dan bahkan dianggapnya sebagai dinamika yang harus ia hadapi.

Ilustrasi yang dikemukakan di atas penting untuk membiasakan siswa agar mampu mengenal dan menyikapi suatu masalah. Dengan pengenalan masalah ini siswa harus dilatih untuk mampu menempatkan posisi diri dan ketika menghadapi suatu masalah. Apakah kepribadian kita lebih identik dengan seorang, karyawan berinisial "A" seperti juga seorang guru bernama "X", atau lebih indentik dengan seorang karyawan berinisial "B" seperti juga seorang guru bernama "Y". Atau mungkin juga tidak indentik dengan kedua-keduanya. Hal itu sesungguhnya sangat erat dengan kepribadian diri sendiri yang seharusnya dapat dipahami dalam rangka mengenal dan memahami kekuatan dan kelemahan diri. Guru memiliki peran penting dalam hal ini, karena keberadaan guru tidak terbatas mengajar bidang studi tetapi memfasilitasi berkembangnya potensi-potensi siswa secara menyeluruh, termasuk mendorong mereka agar mampu memberdayakan dirinya dalam menghadapi berbagai masalah seperti dikemukakan di atas. Parkey dalam salah satu bagian tulisannya membahas peran guru sebagai pemimpin pendidikan. Dalam tugas ini guru memiliki tanggung jawab untuk menumbuhkan kepemimpinan di dalam diri siswa, terutama dalan menumbuhkan rasa percaya diri, kemampuan mengatasi masalah dan membangun sinergisitas dengan individu dan kelompok-kelompol lain (Parkay, 1998).

Dalam proses pembelajaran, pengenalan terhadap diri sendii atau kepribadian diri merupakan hal yang sangat penting dalan upaya-upaya pemberdayaan diri (self empowering). Pengenalan terhadap diri sendiri berarti pula kita mengenal kelebihan-kelebiha atau kekuatan yang kita miliki untuk mencapai hasil belajar yang kita harapkan. Pada sisi lain juga berarti kita mengenal kelemahan kelemahan pada diri kita sendiri sehingga kita dapat berupaya mencapai cara-cara yang konstruktif untuk mengatasi kelemahan-kelemaha tersebut. Jika kelemahan-kelemahan pribadi diri tidak kita pahami dengan baik, maka akan berpotensi membawa kita pada ketidakberhasilan.

Dalam sebuah buku yang berjudul “The seven Habits of Effective People”, 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif yang ditulis oleh Steven R. Covey, diketengahkan teori "Proses Kematangan Berkelanjutan" (Continum Maturity Process). Berdasarkan teori tersebut, manusia berkembang dari "tahap ketergantungan" (dependence) ke "tahap kemandirian (independence) sampai mencapai tahap "kesalingtergantungan" (interdependence). Menurut teori ini pula pada masa usia dini (bayi, balita), individu sangat tergantung pada bantuan orang lain atau "tidak berdaya", dan menginjak usia lebih tua (usia sekolah, remaja) dapat melakukan sendiri "mandiri", dan menginjak usia dewasa, tidak hanya sendiri melainkan dapat membantu orang lain, atau sebaliknya "saling tergantung". Dalam perjalanan hidup individu dari usia dini ke masa remaja, dewasa sampai tua, terjadi proses kematangan yang berkesinambungan (Covey, 1994: 38).

Dalam mengembangkan pendidikan sebagai proses pemberdayaan anak didik, secara filsafati, harus berpijak pada fakta dan realita. Proses pendidikan melalui pelaksanaan kegiatan pembelajaran harus memberikan kesempatan yang seluasnya bagi peserta didik untuk mengembangkan sense of interest, sense of curiosity, sense of reality, dan sense of discovery dalam mempelajari fakta untuk mencari kebenaran (Sumaatmadja, 2002: 49).

Untuk dapat mencapai keberhasilan atau sukses yang didambakan oleh setiap individu, maka diperlukan upaya-upaya sistematik dan intensif untuk memberdayakan diri sendiri. Pemberdayaan diri, menurut kajian psikologi sebaiknya dimulai dengan membangun "konsep diri positif'. Konsep diri positif mengandung arti bahwa individu harus mampu meletakkan atau memposisikan dirinya sebagai diri yang berdaya, tidak memandang diri pribadinya dari perspektif negatif. Konsep diri positif diantaranya ditandai beberapa hal:
1. Pengetahuan yang luas tentang diri sendiri
2. Memahami kelebihan dan kelemahan diri
3. Memiliki keinginan yang kuat untuk berubah
4. Mampu menghargai orang dan mampu menerima orang lain apa adanya.
5. Mampu secara terbuka menerima kritikan orang lain
6. Memiliki sistem pertahanan diri yang kuat
7. Memiliki kontrol internal diri.

Sebaliknya seseorang harus terus berupaya menghindari konsep diri negatif, yang memiliki beberapa ciri, diantaranya:
1. Pengetahuan tentang diri sendiri sempit
2. Memiliki pemahaman diri yang parsial
3. Tidak memiliki keinginan yang kuat untuk berubah
4. Kurang dapat menghargai dan menerima orang lain apa adanya
5. Tidak mau dikritik
6. Mudah terpengaruh oleh lingkungan negatif
7. Pengendalian/kontrol diri eksternal

Jika seseorang mampu membentuk citra diri atau konsep diri positif maka secara bertahap ia dapat mengembangkan diri menjadi pribadi unggul. Irmim dan Suharyo (2004:57) mengemukakan beberapa ciri pribadi unggul, yaitu: (a) memiliki fisik dan mental yan kuat, (b) memiliki kepercayaan diri yang kuat, (c) tidak mudah putus asa. (d) memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, (e) bisa melayani bawahan, teman dan atasan, (f) selalu berpikir ke masa depan, (g) memiliki kepercayaan diri yang kuat, (h) memiliki motivasi kerja yang tinggi, (i) senantiasa mengembangkan potensi diri, (j) banyak inisiatif dan kreatif, (k) memiliki gairah hidup yang tinggi, (1) bisa berkomunikasi dengan baik, (m) memiliki loyalitas yang tinggi.

Melalui proses pembelajaran, guru dituntut untuk mampu membimbing dan memfasilitasi siswa agar mereka dapat memaham kekuatan serta kemampuan yang mereka miliki, untuk selanjutnya memberikan motivasi agar siswa terdorong untuk bekerja atau belajar sebaik mungkin untuk mewujudkan keberhasilan berdasarkar kemampuan yang mereka miliki. Untuk dapat memfasilitasi agar siswa dapat lebih mengenal kemampuannya, maka langkah awal yang perlu dilakukan guru adalah berusaha mengenal siswanya dengan baik. Guru perlu mengenal lebih mendalam tentang bakat, minat, motivasi, harapan-harapan siswa serta beberapa dimensi khusus kepribadiannya. Dalam kegiatan pembelajaran, guru dituntut untuk memiliki sikap terbuka dan sabar agar dengan hati yang jernih dan rasional dapat memahami siswanya. Drost (2000: 52) mengemukakan bahwa selayaknya guru tidak secara gegabah melihat kesalahan siswa, akan tetapi lebih baik mencari sisi positif dan berusaha memberikan pujian. Seandainya teguran diperlukan, hal itu hendaknya tidak dilakukan dengan nada membenci.

Secara lebih spesifik, beberapa dimensi kemampuan siswa yang perlu didorong dalam upaya pemberdayaan diri melalui proses belajar ini adalah;
a. Mengetahui kekuatan dan keterbatasan diri
b. Meningkatkan rasa percaya diri
c. Dapat meningkatkan kemampuan menghargai diri dan orang lain
d. Meningkatkan kemandirian dan inisiatif untuk memulai perubahan
e. Meningkatkan komitmen dan tanggung jawab,
f. Meningkatkan motivasi internal
g. Meningkatkan kemampuan mengatasi masalah secara kreatif dan positif
h. Meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan tugas secara profesional
i. Mendorong kemampuan pengendalian diri, dan tidak mudah menyalahkan orang lain
j. Meningkatkan kemampuan membina hubungan interpersonal yang baik
k. Meningkatkan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan.




Submit Website to Search Engines - Add URL

Pembelajaran sebagai Pilar Utama Pendidikan

Komisi Pendidikan untuk Abad XX1 (Unesco 1996: 85) melihat bahwa hakikat pendidikan sesungguhnya adalah belajar (learning). Selanjutnya dikemukakan bahwa pendidikan bertumpu pada 4 pilar, yaitu (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, larning to live with other, dan (4) larning to be.

Learning to know adalah upaya memahami instrumen-instrumen pengetahuan baik sebagai alat maupun sebagai tujuan. Sebagai alat, pengetahuan tersebut diharapkan akan memberikan kemampuan setiap orang untuk memahami berbagai aspek lingkungan agar mereka dapat hidup dengan harkat dan martabatnya dalam rangka mengembangkan keterampilan kerja dan berkomunikasi dengan berbagai pihak yang diperlukan.

Sebagai tujuan, maka pengetahuan terseubt akan bermanfaat dalam rangka peningkatan pembahaman, pengetahuan serta penemuan di dalam kehidupannya. Upaya-upaya ke arah pemerolehan pengetahuan ini tidak akan pernah ada batasnya, dan masing-masing individu akan secara terus menerus memperkaya pengetahuan dirinya dengan bebagai pengalaman yang diteimukan dalam kehidupannya. Upaya-upaya ini akna berlangsung secara terus-meneru yang pada gilirannya melahirkan kembali konsep belajar sepanjang hayat.Learning to know adalah upaya memahami instrumen-instrumen pengetahuan baik sebagai alat maupun sebagai tujuan. Sebagai alat, pengetahuan tersebut diharapkan akan memberikan kemampuan setiap orang untuk memahami berbagai aspek lingkungan agar mereka dapat hidup dengan harkat dan martabatnya dalam rangka mengembangkan keterampilan kerja dan berkomunikasi dengan berbagai pihak yang diperlukan. Sebagai tujuan, maka pengetahuan terseubt akan bermanfaat dalam rangka peningkatan pembahaman, pengetahuan serta penemuan di dalam kehidupannya. Upaya-upaya ke arah pemerolehan pengetahuan ini tidak akan pernah ada batasnya, dan masing-masing individu akan secara terus menerus memperkaya pengetahuan dirinya dengan bebagai pengalaman yang diteimukan dalam kehidupannya. Upaya-upaya ini akna berlangsung secara terus-meneru yang pada gilirannya melahirkan kembali konsep belajar sepanjang hayat.

Learning to do lebih ditekankan pada bagaimana mengajarkan anak-anak untuk mempraktikkan sega sesuaut ynag telah dipelajarinya dan dapat mengadaptkasikan pengetahuan-pengetahuan yang telha diperolehnya tersebut dengan pekerjaan-pekerjaan yang telah diperolehnya tesebut dengan pekerjaan-pekerjaan di masa depan. Memperhatikan secara cermat kemajuan-kemajuan serta perubahan-perubahan yang terjadi, maka pendidikan tidak cukup hanya dipandang sebagai transmisi atau melaksanakan tugas-tugas rutin, akan tetapi harus mengarah pada pemberian kemampuan untuk berbuat menjangkau kebutuhan-kebutuhan dinamis masa mendatang, karena lapangan kerja masa mendatang akan sangat tergantung pada kemampuan untuk mengubah kemajuan dalam pengetahuan yang melahirkan usaha atau pekerjaan-pekerjaan baru . hal ini akan mejadi tonggak penting untuk membentuk kemapuan, kemampuan serta kesadaran atas berkembagnnya ekonomi baru yang berbasis pengetahuan. Sebagaiman ajuga pada pilar pertama, maka belajar menerapkan sesuaut yang telah diketahui juga harus dilakukan secar terus-menerus, karena proses perubahan juga akan berjalan tanpa hentinya. Dengan keinginan yang kuat untuk belajar melakukan sesuatu, maka setiap orang kaan terlepas dari tindakan-tindakan yang tidak memiliki nilai-nilai posifit bagi kehidupannya, dan hal ini memiliki arti sangat peting bagi kehidupannya, dan hal ini memiliki arti sangat penting dalam memelihara proses dan lingkungan kehidupan yang meberikan ketentraman bagi diri orang lain.

Learning to live together, learning to live with other, pada dasarnya adalh mengajarkan, melatih dan membimbing peserta didik agar mereka dapat menciptakan hubungan melalui komunikasi yang baik, menjauhi prasangka-prasangka buruk terhadap orang lain serta menjauhi dan menghindari terjadinya perselisian dan konflik. Persaingan dalam misi ini harus dipandang sebagi upaya-upaya yang sehat untuk mencapai keberhasilan, bukan sebaliknya bahwa persaingan justru mengalahkan nilai-nilai kebersamaan bahwakn pengehancuran terhadap orang lain atau pihak lain untuk kepentingan sendiri. Dengan demikian diharapkan kedamaian dan keharmonisan hidup benar-benar dapat diwujudkan.

Dalam proses pembelajaran, pengembangan kemampuan berkomunikasi yang baik dengan guru dan sesama siswa yang dilandasi sikap saling menghargai harus perlu secara terus menerus dikembangakan di dalam setiap even pembelajaran. Kebiasaan-kebiasaan untuk bersedia seringkali kurang mendapat perhatian oleh guru, karena dianggap sebagai hal rutin yang berlangsung saja pada kegiatan sehari-hari. Padahal kemampuan ini tidak dapat berkembangan dengan baik begitu saja, akan tetapi membutuhkan latihan-latihan yang terbimbing dari guru. Kebiasaan-kebiasaan saling menghargai yang diprakteikkan di ruang-ruang kelas dan dilakukan secara terus-meneru akan menjadi bekal bagi siswa untuk dapat dikembangakan secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat.

Learning to be, sebagaimana diungkapkan secara tegas oleh komisi pendidikan, bawhwa prinsip fundamental pendidikan handaknya mampu memberikan kontribusi untuk perkembangan seutuhnya setiap orang, jiwa dan raga, intelegensi, kepekaan, rasa etika, tanggung jawab pribadi dan nilai-niali spiritual. Semua manusia hendaklah diberdayaan untuk berfikir mandiri dan kritis dan mampu membuat keputusan sendiri dalam rangka menentukan sesuatu yang harus dilakukan (Komisi Internasional Pendidikan untuk Abad XX1 1996: 94). Kehawatiran yang mendalam terhadap terjadinya “dehumanisasi” sebagai akbiat terjadinya perubahan, merupakan salah satu peritmbangan mendasar untuk pentingnya penekanan kembali belajar untuk menjadi diri sendiri. Oleh sebab itu, melalui kegaitan pembelajaran, setiap siswa harus terus didorng agar mampu memberdayakan dirinya melalui laithan-latihan pemecahan masalah-masalahnya sendiri, mengambil keputusan sendiri dan memikul tanggun jawab sendiri. Dalam keadaan ini pendidikan dan pembelajaran hendaknya dapat memberikan kekuatan, membekali strategi dan cara agar siswa mampu memahami dunia sekitarnya serta mampu mengembangkan talenta yang dimiliknya untuk dapat hidup secara layak di tengah-tengah berbagai dinamika dan gejolak kehidupan maysarakat.

Keempat pilar pendidikan sebagaimana dipaparkan di atas, sekaligus merupakan misi dan tanggung jawab yang harus diemban oleh pendidikan. Melalui kegiatan belajar mengetahui, belajar berbuat, belajar hidup bersama dan belajar menjadi sesorang atau belajar menjadi diri sendiri yang didasari keinginnan secara sungguh-sunguh maka akan semakin luas wawasan seseorang tentang pengetahuan, tentang nilai-nilai posifit, tentang orang lain serta tentang berbagai dinamika perubahan yang terjadi. Kesemuanya ini diharpkan menjadi modal fundamental bagi seseorang untuk mampu mengarahkan dirinya dalam berprilaku posifit berpijak pada nilai-nilai yang dia yakini kebenarannya, dan pada gilirannya akan semakin terbuka pikiran untuk melihat fakta-fakta yang benar dan yang salah, sesautu tindakan yang sesungguhnya merugikan ataupun membawa kemajuan bagi diri dan orang lain. Kemampuan-kemampuan tersebut juga akan membekali invidiu untuk mampu melihat secara nyata betapa konflik dan pertikaian-pertikaian telah memberikan banyak kerugian di dalam tatanan kehidupan masyarakat dan bangsa, dan merugikan diri serta lingkungannya. Pada sisi lain seseorang juga akan mampu melihat bagaimana suasana yang harmoni dapat memberikan kenyamanan dan ketentraman dalam hidup, sehingga memberikan banyak kesempatan bagi suatu masyarakat dan bangsa mencapai kemajuan-kemajuan yang lebih berarti bagi semua orang.

Submit Website to Search Engines - Add URL

Perlunya Paradigma Baru Pendidikan

Untuk membangun masyarakat terdidik, masyarakat yang cerdas, maka mau tidak mau harus merubah paradigma dan sistem pendidikan. Formalitas dan legalitas tetap saja menjadi sesuaut yang penting. Formalitas dan legalitas tetap saja menjadi sesuatu yang penting, akan tetapi perlu diingat bahwa substansi juga bukan sesuatu yang bisa diabaikan hanya untuk mengejar tataran formal saja. Maka yang perlu dilakukan sekarang bukanlah menghapus formalitas yang telah berjalan melainkan menata kembali sistem pendidikan yang ada dengan paradigma baru yang lebih baik. Dengan pradigma baru, praktek pembelajaran akan digeser menjadi pembelajaran yang lebih bertumpu pada teori kognitif dan konstuktivistik. Pembelajarn akan berfokus pada pengembangan kemapuan intelektual yang berlangsung secara sosial dan kultural, mendorong siswa membangun pembahaman dan pengetahuannya sendiri dalam konteks sosial, dan belajar dimulai dari pengetahuan awal dan perspektif budaya. Tugas belajar didesain menantang dan menarik untuk mencapai derajat berpikir tingkat tinggi (Kamdi, 2008).

Dalam salah satu sambutannya, Mendiknas memberikan arah kebijakan mendasar dalam meletakkan kerangka bagi pembangungan masa mendatang. Dalam kesempatan tersebut dikemukakan bahwa paradigma pendidikan kita tidak sekedar menempatkan manusia sebagai alat produksi. Manusia harus dipandang sebagai sumber daya yang utuh. Pendidikan tidak boleh terjebak pada teori-teori ekonomi neoklasik, suatu teori yang menempatkan manusia sebagai alat-alat produksi, di mana penguasaan iptek bertujuan menopang kekuasaan dan kepentingan kapitalis. “Saya akan membawa pendidikan sebagai proses pembentukan manusia Indonesia seutuhnya “ (Kamdi, 2008:2).

Kelemahan terbesar dari lembaga-lembaga pendidikan dan pembelajran kita menurut Purwasasmita (2002: 132) karena pendidikant idak memiliki basis pengembangan budaya yang jelas. Lembaga pendidikan kita hanya dikembangankan berdasarkan model ekonomik untuk menghasilkan/membudaya manusia pekerja (abdi dalem) yang sudah disetel menurut tata nilai ekonomi yang berlatar (kapitalistik), sehingga tidak mengherankan bila keluaran pendidikan kita menjadi manusia pencari kerja dan tidak berdaya, bukan manusia kreatif pencipta keterkaitan kesejahteraan dalam siklus rangkaian manfaat yang seharusnya menjadi hal yang paling esensial dalam pendidikan dan pembelajaran.

Pemikiran-pemikiran yang positif memberikan arahan bahwa sudah selayaknya jika dunia pendidikan diarahkan pada upaya transformasi dan pengembangan prinsip-prinsip secara komprehensip dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Kepada pra peserta didik perlu diberi bekal pengetahuan serta nilai-nilai dasar sebagai suatu pendangan hidup yang sangat berguna untuk mengarungi kehidupan dalam masyarakat pluralis, baik dari aspek etnisitas, kultural, maupun agama. Jika dunia pendidikan berhasil melaksanakan tugas ini, maka pada gilirannya masyarakat kita di masa depan makin lama akan berkembang menjadi masyarakat yang berkualitas secara intelektual dan moral. Namun sebaliknya, jika gagal, maka kita tidak bisa berharap generasi di masa depan akan mampu menampilkan sosok bangsa yang cerdas serta mampu menjunjung nilai-nilai luhur budayanya.

Dalam proses pembelajan misalnya, pengembangan suasan kesetaraan melalui komunikasi dialogis yang transparan, toleran dan tidak arogan seharusnya terwujud di dalam aktivitas pembelajaran. Suasana yang memberi kesempatan luas bagi setiap peserta didik untuk berdialog dan mepertanyakan berbagai hal yang berkaitan dengan pengembangan diri dan potensinya. Hal ini menjadi sangat penting karena para pendidik juga adalah pemimpin yang harus mengakomodasi berbagai pertanyaan dan kebutuhan peserta didik secara transparan, toleran dan tidak arogan, dengan mebuka seluas-lusanya kesempatan-kesempatan dialog kepada peseta didik (Parkey 1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemimpin yang mampu menumbuhkan suasana dialogis, kesetaraan dan tidak arogan atau nondefensif serta selalu beruapa mendorong sikap positif, akan dapat mendorong keefektifan proses pembelajaran (Goldmisth, 1996: 236). Para pendidik maupun peserta didik, sesuai dengan kapasitanya, harus berusaha untuk mampu saling menghargai dan menghormati pendapat atau pandangan orang lain. Karna itu suasana pendidikan harus diciptakan dalam rangka mengembangkan dialog-dialog kreatif dimana setiap peserta didik diberi kesempatan yang sama untuk diskusi, berdebat, mengajukan dan merespon berbagai persoalan yang muncul dalam setiap kegiatan pembelajaran. Yang terpenting adalah bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menjadi sebijaksana mungkin menurut kemampuannya masing-masing. Suasa kesetaraan perlu dikembangankan dengan berorientasi pada upaya mendorong peserta didik agar mampu menyelesaikan berbagai perbedaan yang ada di antara sesama secara harmonis dan rasional.

Dalam proses pembelajran, pengembangan potensi-potensi siswa harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Pengembangan potensi siswa secara tidak seimbang pada giliriannya menjadikan pendidikan cenderung lebih penduli pada pengembangan satu aspek kepribadian terentu saja, bersifat partikular dan parsial. Padahal sesungguhnya pertumbauhan dan perkembangan siswa merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh semua sekolah dan guru, dan itu berarti sangat keliru jika guru hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pelajaran pada bidang studinya saja (Gordon, 1997: 8). Guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bahgsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diiginkan. Dari dimensi tersebut, peranan guru sluit digantikan oleh yang lain (Supriadi: 1998). Karenanya dalam proses pembelajaran di kelas, guru tidak cukup hanya berbekal pengetahuan berkenaan dengan bidang studi yang diajarkan, akan tetapi perlu memperhatikan aspek-aspek pembelajaran secara holistik yang mendukung terwujudnya pengembangan potensi-potensi peserta didik.

Menteri Pendidikan Nasional, melalui sambutannya pada seminar lokakarya nasional FORMOPPI – Balitbang Diknas 19 April 2005, bahkan mengemukakan bahwa secara fisiologis pendidikan ditangngan untuk melakukan redefinisi tentan tujuan, fungsi, dan hakikat pendidikan yang berperan sebagai “human educational for all human being”. Pendidikan harus memiliki keseimbangan dalam perannya membangun peserta didiks ebagai warga dunia, warga bangsa dan warga masyarakat. Dengan demikian, secara fisiologis arah pendidikan harus menyeimbangankan antara perkembangan golbal di satu sisi dan dan akar budaya dalam konteks lokal di sisi yang lain. Demikian pula arah pendidikan harus menyeimbangkan antara hal-hal yang akan berdimensi masa depan dengan hal-hal yang dimensi masa kini. Menurutnya secara substansi, arah pendidikan harus membekali peserta didik dengan kompetensi yang bersifat subject matter dan kompetensi lintas kurikulum (cross-curriculer competencies) yang diperlukan. Kompetensi subject matter berkaitan dengan mata pelajaran yang harus benar-benar dipilih oleh satuan pendidikan sebagai dasar peserta didik untuk memahami dan mengembangkan kompetensi didirnya. Kompentensi lintas kurikulum adalh kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan peserta didik sebagai individu, yang baik secara implisit mauun eksplisi terkait dengan berbagai mata pelajaran. Kemampuan lintas kurikulum yang sangat diperlukan antara lain kemampuan memecahkan masalah, komunikasi, hubungan sosial dan interpersonal, kemandirian, etika dan estetika. Kompetensi-kompetensi lintas kurikulum tersebut tidak dapat dipelajari secara spesifik melalui mata pelajaran, tetapi merupakan kemampuan yang diperoleh secara holistik dan integratif antar mata pelajaran. Dalam kehidupan yang semakin komplkes seringkali kompetensi lintas kurikulum merupakan instrumen yang sangat penting untuk dapat bertahan hidup (survival kit).

Secara pedagogis arah pendidikan terkait dengan pengembangan pendekatan dan metadologi proses pendidikan dan pembelajaran yang memanfaatkan berbagai sumber belajar (multi learning resources). Kehadiran teknologi informasi dan komuniksai dalam kehidupan telah mengubah pradigma pendidikan yang menembpatkan guru sebagai fasilitator dan agen pembelajaran di mana peserta didik dapat memiliki akses yang seluas-luasnya kepada beragam media untuk kepentingan pendidikannya.

so... apa komentar Anda.... :p

Submit Website to Search Engines - Add URL

Rabu, 26 Oktober 2011

Paradigma Alternatif Pembelajaran

Banyak pandangan yang memberiakn arah baru terhadap proses dan dimensi-dimensi pendidikan yang semakin mendorong terjadinya perubahan konsep dan cara pandang terhadap eksistensi pembelajaran sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka berpikir di dalam memahami lebih dalam persoalan-persoalan pembelajaran.

Dengan mengkaji paradigma alternatif pembelajaran ini pula para pendidik atau calon pendidik diharapkan dapat memandang sesuau masalah, mengambil tindakan / keputusan yang terkait dengan praktik pembelajaran secara arif sehingga upaya pengembangan potensi pserta didik sebagai muara dari seluruh kegiatan pembelajaran dapat menjadi terarah dan pada akhirnya dapat dioptimalisasi sebagaimana diharapkan.

Pengkajian paradigma alternatif ini akan memberikan bekal dasar di dalam mengkaji bagaian-bagian lebih lanjut dari uraian buku ini yang memungkinkan berkembangnya nuansa-nuansa baru pembelajaran yang lebih inovatif.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka dalam artikel ini akan dipaparkan tentang beberapa dimensi yang terkait dengan paradima alternatif pembelajaran, yaitu: perlunya paradima alternatif pembelajaran, belajar sebagai pilar utama pendidikan, pembelajaran sebagai proses pemberdayaan diri, konstruktivisme sebagai paradima pembelajaran alternatif. Terkait dengan bahasan terebut, maka artikel ini memuat:

Perlunya Paradigma Alternatif Pembelajaran
Kedudukan Pembelajaran sebagai Pilar Utama Pendidikan
Pembelajaran sebagai Proses Pemberdayaan Diri
Paradigma Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Anda dapat mengikuti link artikel tersebut (maklum... agak banyak, jadi saya pecah.... :)
Submit Website to Search Engines - Add URL

Perhitungan Subnetting IPv4

Konsep Perhitungan Subnetting?
Penghitungan subnetting bisa dilakukan dengan dua cara, cara binary yang relatif lambat dan cara khusus yang lebih cepat. Pada hakekatnya semua pertanyaan tentang subnetting akan berkisar di empat masalah: Jumlah Subnet, Jumlah Host per Subnet, Blok Subnet, dan Alamat Host-Broadcast.
Penulisan IP address umumnya adalah dengan 192.168.1.2. Namun adakalanya ditulis dengan 192.168.1.2/24, apa ini artinya? Artinya bahwa IP address 192.168.1.2 dengan subnet mask 255.255.255.0. Lho kok bisa seperti itu?
Ya, “/24” diambil dari penghitungan bahwa 24 bit subnet mask diselubung dengan binari 1. Atau dengan kata lain, subnet masknya adalah: 11111111.11111111.11111111.00000000 (255.255.255.0).
Jika masih bingung, Anda perlu mempelajari lagi konversi bilangan Biner ke bilangan Desimal.
Konsep ini yang disebut dengan CIDR (Classless Inter-Domain Routing) yang diperkenalkan pertama kali tahun 1992 oleh IEFT.
Pertanyaan berikutnya adalah, Subnet Mask berapa saja yang bisa digunakan untuk melakukan subnetting?
Ini terjawab dengan tabel di bawah:

Subnetting Pada IP Address Class C
Ok, sekarang mari langsung latihan saja. Subnetting seperti apa yang terjadi dengan sebuah NETWORK ADDRESS 192.168.1.0/26 ?
Analisa: 192.168.1.0 berarti kelas C dengan Subnet Mask /26 berarti :
11111111 . 11111111 . 11111111 . 11000000 (255.255.255.192)
Penghitungan: Seperti sudah disebutkan sebelumnya semua pertanyaan tentang subnetting akan berpusat di 4 hal, jumlah subnet, jumlah host per subnet, blok subnet, alamat host dan broadcast yang valid. Jadi kita selesaikan dengan urutan seperti itu:
  1. Jumlah Subnet = 2^x, dimana x adalah banyaknya binari 1 pada oktet terakhir subnet mask (2 oktet terakhir untuk kelas B, dan 3 oktet terakhir untuk kelas A). Jadi Jumlah Subnet adalah 22 = 4 subnet.
  2. Jumlah Host per Subnet = 2^y – 2, dimana y adalah adalah kebalikan dari x yaitu banyaknya binari 0 pada oktet terakhir subnet. Jadi jumlah host per subnet adalah 26 – 2 = 62 host.
  3. Blok Subnet = 256 – 192 (nilai oktet terakhir subnet mask) = 64. Subnet berikutnya adalah 64 + 64 = 128, dan 128+64=192. Jadi subnet lengkapnya adalah 0, 64, 128, 192.
  4. Bagaimana dengan alamat host dan broadcast yang valid? Kita langsung buat tabelnya. Sebagai catatan, host pertama adalah 1 angka setelah subnet, dan broadcast adalah 1 angka sebelum subnet berikutnya.
Kita sudah selesaikan subnetting untuk IP address Class C. Dan kita bisa melanjutkan lagi untuk subnet mask yang lain, dengan konsep dan teknik yang sama. Subnet mask yang bisa digunakan untuk subnetting class C adalah seperti di bawah. Silakan anda coba menghitung seperti cara diatas untuk subnetmask lainnya.

Subnetting Pada IP Address Class B
Berikutnya kita akan mencoba melakukan subnetting untuk IP address class B. Pertama, subnet mask yang bisa digunakan untuk subnetting class B adalah seperti dibawah. Sengaja saya pisahkan jadi dua, blok sebelah kiri dan kanan karena masing-masing berbeda teknik terutama untuk oktet yang “dimainkan” berdasarkan blok subnetnya. CIDR /17 sampai /24 caranya sama persis dengan subnetting Class C, hanya blok subnetnya kita masukkan langsung ke oktet ketiga, bukan seperti Class C yang “dimainkan” di oktet keempat. Sedangkan CIDR /25 sampai /30 (kelipatan) blok subnet kita “mainkan” di oktet keempat, tapi setelah selesai oktet ketiga berjalan maju (counter) dari 0, 1, 2, 3, dst.
Ok, kita coba dua soal untuk kedua teknik subnetting untuk Class B. Kita mulai dari yang menggunakan subnetmask dengan CIDR /17 sampai /24. Contoh network address 172.16.0.0/18.
Analisa: 172.16.0.0 berarti kelas B, dengan Subnet Mask /18 berarti 11111111.11111111.11000000.00000000 (255.255.192.0).
Penghitungan:
  1. Jumlah Subnet = 2^x, dimana x adalah banyaknya binari 1 pada 2 oktet terakhir. Jadi Jumlah Subnet adalah 2^2 = 4 subnet
  2. Jumlah Host per Subnet = 2^y – 2, dimana y adalah adalah kebalikan dari x yaitu banyaknya binari 0 pada 2 oktet terakhir. Jadi jumlah host per subnet adalah 2^14 – 2 = 16.382 host
  3. Blok Subnet = 256 – 192 = 64. Subnet berikutnya adalah 64 + 64 = 128, dan 128+64=192. Jadi subnet lengkapnya adalah 0, 64, 128, 192.
  4. Alamat host dan broadcast yang valid?
Berikutnya kita coba satu lagi untuk Class B khususnya untuk yang menggunakan subnetmask CIDR /25 sampai /30. Contoh network address 172.16.0.0/25.
Analisa: 172.16.0.0 berarti kelas B, dengan Subnet Mask /25 berarti 11111111.11111111.11111111.10000000 (255.255.255.128).
Penghitungan:
  1. Jumlah Subnet = 2^9 = 512 subnet
  2. Jumlah Host per Subnet = 2^7 – 2 = 126 host
  3. Blok Subnet = 256 – 128 = 128. Jadi lengkapnya adalah (0, 128)
  4. Alamat host dan broadcast yang valid?
Masih bingung juga? Ok sebelum masuk ke Class A, coba ulangi lagi dari Class C, dan baca pelan-pelan
Subnetting Pada IP Address Class A
Kalau sudah mantab dan paham, kita lanjut ke Class A. Konsepnya semua sama saja. Perbedaannya adalah di OKTET mana kita mainkan blok subnet. Kalau Class C di oktet ke 4 (terakhir), kelas B di Oktet 3 dan 4 (2 oktet terakhir), kalau Class A di oktet 2, 3 dan 4 (3 oktet terakhir). Kemudian subnet mask yang bisa digunakan untuk subnetting class A adalah semua subnet mask dari CIDR /8 sampai /30.
Kita coba latihan untuk network address 10.0.0.0/16.
Analisa: 10.0.0.0 berarti kelas A, dengan Subnet Mask /16 berarti 11111111.11111111.00000000.00000000 (255.255.0.0).
Penghitungan:
  1. Jumlah Subnet = 2^8 = 256 subnet
  2. Jumlah Host per Subnet = 2^16 – 2 = 65534 host
  3. Blok Subnet = 256 – 255 = 1. Jadi subnet lengkapnya: 0,1,2,3,4, etc.
  4. Alamat host dan broadcast yang valid?

Mudah-mudahan sudah setelah anda membaca paragraf terakhir ini, anda sudah memahami penghitungan subnetting dengan baik. Kalaupun belum paham juga, anda ulangi terus artikel ini pelan-pelan dari atas.

Submit Website to Search Engines - Add URL

Selasa, 25 Oktober 2011

Pembagian Kelas IP Address dan Subnetting (Bagian 2)

Mengapa perlu Subnetting?
Sebenarnya subnetting itu apa? Dan kenapa harus dilakukan?
Pertanyaan ini bisa dijawab dengan analogi sebuah jalan. Jalan bernama Gatot Subroto terdiri dari beberapa rumah bernomor 01-08, dengan rumah nomor 08 adalah rumah Ketua RT yang memiliki tugas mengumumkan informasi apapun kepada seluruh rumah di wilayah Jl. Gatot Subroto.
Gambar 1 :         Jl. Gatot Subroto
Ketika rumah di wilayah itu makin banyak, tentu kemungkinan menimbulkan keruwetan dan kemacetan. Karena itulah kemudian diadakan pengaturan lagi, dibuat gang-gang, rumah yang masuk ke gang diberi nomor rumah baru, masing-masing gang ada Ketua RTnya sendiri-sendiri. Sehingga ini akan memecahkan kemacetan, efiesiensi dan optimalisasi transportasi, serta setiap gang memiliki previledge/kemampuan sendiri-sendiri dalam mengelola wilayahnya. Jadilah gambar wilayah baru seperti di bawah:
Gambar 2 :         Jl. Gatot Subroto dengan gang-gang


Konsep seperti inilah sebenarnya konsep subnetting itu. Disatu sisi ingin mempermudah pengelolaan, misalnya suatu kantor ingin membagi kerja menjadi 3 divisi dengan masing-masing divisi memiliki 15 komputer (host). Disisi lain juga untuk optimalisasi dan efisiensi kerja jaringan, karena jalur lalu lintas tidak terpusat di satu network besar, tapi terbagi ke beberapa ruas-ruas gang.
Yang pertama analogi Jl. Gatot Subroto dengan rumah disekitarnya dapat diterapkan untuk jaringan adalah seperti NETWORK ADDRESS(nama jalan) dan HOST ADDRESS (nomer rumah). Sedangkan Ketua RT diperankan oleh BROADCAST ADDRESS (192.168.1.255), yang bertugas mengirimkan message ke semua host yang ada di network tersebut.
Gambar 3 :         Gambaran Network 192.168.1.0
Masih mengikuti analogi jalan diatas, kita terapkan ke subnetting jaringan adalah seperti gambar di bawah. Gang adalah SUBNET, masing-masing subnet memiliki HOST ADDRESS dan BROADCAST ADDRESS.
Gambar 4 :         Gambaran Network 192.168.1.0 dengan beberapa subnet

Terus apa itu
SUBNET MASK?
Subnetmask digunakan untuk membaca bagaimana kita membagi jalan dan gang, atau membagi network dan hostnya. Address mana saja yang berfungsi sebagai SUBNET, mana yang HOST dan mana yang BROADCAST. Semua itu bisa kita ketahui dari SUBNET MASK-nya. Jl. Gatot Subroto tanpa gang yang saya tampilkan di awal, bisa dipahami sebagai menggunakan SUBNET MASK DEFAULT, atau dengan kata lain bisa disebut juga bahwa Network tersebut tidak memiliki subnet (Jalan tanpa Gang). SUBNET MASK DEFAULT ini untuk masing-masing Class IP Address adalah sbb:
 
Gambar 5 :         Subnet Mask Default untuk masing-masing kelas IP Address
Penjelasan tentang IP Address dapat Anda lihat di artikel saya sebelumnya:  Pembagian Kelas IP Address dan Subnetting (Bagian 1)


Subnetmask
Nilai subnetmask untuk memisahkan network id dengan host id. Subnetmask diperlukan oleh TCP/IP untuk menentukan apakah suatu jaringan yang dimaksud adalah termasuk jaringan lokal atau non lokal.
Network ID dan host ID di dalam IP address dibedakan oleh penggunaan subnet mask. Masing-masing subnet mask merupakan pola nomor 32-bit yang merupakan bit groups dari semua (1) yang menunjukkan network ID dan semua nol (0) menunjukkan host ID dari porsi IP address.
Gambar 6 :         Subnetmask default untuk masing-masing kelas A, B, C dalam biner

Jangan bingung membedakan antara subnet mask dengan IP address. Sebuah subnet mask tidak mewakili sebuah device atau networkdi internet. Subnet mask digunakan untuk menandakan bagian mana dari IP address yang digunakan untuk menentukan network ID. Anda dapat langsung dengan mudah mengenali subnet mask, karena octet pertama pasti 255, oleh karena itu 255 bukanlah octet yang valid untuk IP address class.
Terdapat aturan-aturan dalam membuat Subnet Mask:
  1. Angka minimal untuk network ID adalah 8 bit. Sehingga, oktet pertama dari subnet pasti 255.
  2. Angka maksimal untuk network ID adalah 30 bit. Anda harus menyisakan sedikitnya 2 bit untuk host ID, untuk mengizinkan paling tidak 2 host. Jika anda menggunakan seluruh 32 bit untuk network ID, maka tidak akan tersisa untuk host ID. Ya, pastilah nggak akan bisa. Menyisakan 1 bit juga tidak akan bisa. Hal itu disebabkan sebuah host ID yang semuanya berisi angka 1 digunakan untuk broadcast address dan semua 0 digunakan untuk mengacu kepada network itu sendiri. Jadi, jika anda menggunakan 31 bit untuk network ID dan menyisakan hanya 1 bit untuk host ID, (host ID 1 digunakan untuk broadcast address dan host ID 0 adalah network itu sendiri) maka tidak akan ada ruang untuk host sebenarnya. Makanya maximum network ID adalah 30 bit.
  3. Karena network ID selalu disusun oleh deretan angka-angka 1, hanya 9 nilai saja yang mungkin digunakan di tiap octet subnet mask (termasuk 0). Tabel berikut ini adalah kemungkinan nilai-nilai yang berasal dari 8 bit.
Gambar 7 :         Subnetmask biner dan desimal
Baca juga artikel berikut: Pembagian Kelas IP Address dan Subnetting (Bagian 1)